Dua Jalur Berkarya di Era Algoritma: Menjaga Idealisme Seniman antara Serial Konseptual dan Ikonik Monumental

Oleh Alif Golif

Di era algoritma, seni sering diukur oleh seberapa sering ia muncul di layar, bukan seberapa dalam ia menyentuh kesadaran.

Bagi banyak seniman, ini menjadi dilema: bagaimana menjaga kejujuran dan autentisitas di tengah dunia yang menuntut kecepatan dan keterulangan.

Aku memilih untuk tidak melawan algoritma, tetapi menuntunnya untuk mengenali kembali kejujuran dan autentisitas seni.

Karena algoritma bukan musuh, ia hanyalah cermin dari kebiasaan manusia, dan tugas seniman adalah mengubah kebiasaan itu menjadi kesadaran.

Latar Belakang Praktik

Aku hidup di dua ruang: ruang seniman dan ruang content creator.

Satu tangan menggenggam api, satu lagi menggenggam kamera.

Keduanya tidak selalu selaras, tapi justru di antara ketegangan itulah aku menemukan sistem kerja yang menuntunku,

dua jalur berkarya: Serial Konseptual dan Ikonik Monumental.

Keduanya lahir dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan antara idealisme dan realitas, antara ruang refleksi dan ruang publik, antara makna dan exposure.

1. Jalur Serial Konseptual

Jalur ini adalah jalur perjalanan tempat ide berkembang menjadi serial panjang yang membentuk kesadaran baru.

Proyek Seribu Ekspresi lahir dari sini, seribu wajah, seribu perasaan, seribu versi diriku sendiri yang mencoba memahami manusia dan ekspresinya.

Setiap karya di jalur ini terhubung secara naratif.

Mereka bukan karya tunggal yang berdiri sendiri, tapi bagian dari sistem berpikir yang saling menjawab.

Ukuran dan bentuknya bisa beragam kecil, sedang, bahkan sangat sederhana karena yang penting bukan skalanya, melainkan alur ide dan kesinambungan makna di antara satu ekspresi dengan ekspresi berikutnya.

Serial konseptual bagiku adalah laboratorium pemikiran dan rasa.

Di sinilah aku melatih kesabaran, menulis dengan api, dan membiarkan waktu menjadi medium yang tak kasat mata.

Karya di jalur ini tumbuh perlahan, tapi setiap ekspresi meninggalkan bekas.

Karena yang dikejar bukan sekadar hasil visual, tapi pemahaman terhadap perjalanan manusia itu sendiri.

2. Jalur Ikonik Monumental

Jika serial konseptual adalah perjalanan, maka jalur ikonik monumental adalah titik puncak.

Karya di jalur Ikonik Monumental berdiri sendiri  menjadi simbol, bukan fragmen.

Secara bentuk, karya di jalur ini cenderung berukuran besar dan dikerjakan dengan tingkat detail ekstrem.

Setiap karya diatur dengan presisi untuk membangun kesan kekuatan.

Dalam praktek Di sinilah teknik bekerja pada batas maksimalnya,bukan hanya sebagai medium, tapi sebagai pernyataan penuh tentang penguasaan, dedikasi, dan keteguhan terhadap karya itu sendiri.

Karya ikonik monumental adalah bentuk pernyataan total, ketika seluruh pencarian, gagasan, dan teknik mencapai keseimbangan dalam satu titik nyala.

Ia adalah cara lain untuk mengabadikan fase spiritual dan intelektual dalam satu bentuk yang utuh.

Dialektika dengan Era Algoritma

Kedua jalur ini tidak saling bertentangan, justru saling menegaskan.

Serial konseptual memberiku ruang untuk berpikir panjang,

sementara Ikonik monumental memberiku momen untuk menegaskan makna.

Keduanya menjadi jembatan antara manusia dan algoritma:

satu mengajarkan kedalaman karya, satu mengingatkan tentang keberanian untuk berhenti di tengah derasnya arus.

Dengan dua jalur ini, aku berusaha menjaga agar seni tetap hidup  bukan sekadar konten visual, tapi pengalaman batin yang bisa dirasakan meski hanya lewat layar.

Aku percaya, bila karya dibuat dengan kejujuran dan autentisitas,

maka algoritma pun akan belajar membaca bukan sekadar data, tapi getaran manusia.

Refleksi Fumage modern

Di dunia yang semakin meniru,

aku memilih menjadi asli.

Aku tidak ingin menandingi kecepatan dunia,

aku hanya ingin tetap memahami arah nyala yang kumiliki.

Dua jalur ini , serial konseptual dan ikonik monumental,

adalah cara untuk menjaga keseimbangan antara berpikir dan bernafas,

antara menyalakan api dan mendengarkan diamnya.

Dan di sini, aku tidak mengajakmu untuk menyalakan api yang sama denganku.

Aku mengajakmu untuk menyalakan apimu sendiri, dengan cara yang otentik.

Api yang mungkin lebih kecil, atau lebih liar,

tapi tetap milikmu sepenuhnya.

Kamu tidak harus menjadi Alif Golif,

tidak harus membakar kertas,

tidak harus mengikuti jalanku.

Karena yang paling penting bukanlah jenis apinya,

melainkan kejujuran dan autentisitas yang menyala di baliknya.

Dan kalaupun suatu hari kamu memilih menyalakan api yang mirip denganku,

aku hanya berharap,

kamu tetap menjadi dirimu sendiri,

bahkan di balik masker yang kamu pakai.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Translate »
Scroll to Top